Selasa, 02 Desember 2008

KONSEP DASAR PEMBELAJARAN

KONSEP DASAR PEMBELAJARAN
Oleh: Muhammad Asrori Ardiansyah
(Mahasiswa Pascasarjana UIN Malang)
Sumber: http://alumnigontor.blogspot.com

Pendahuluan
Belajar merupakan kebutuhan dan berperan penting dalam kehidupan manusia. Hal ini disebabkan manusia terlahir tidak mengetahui apa-apa, ia hanya dibekali potensi jasmaniah dan rohaniah (QS. An-Nahl: 78). Potensi-potensi tersebut tidak akan berguna tanpa disertai ilmu pengetahuan yang hanya dapat diperoleh melalui belajar. Maka, belajar tetap menjadi ”key term” (istilah kunci) yang paling vital dalam usaha memanusiakan manusia. Bagitu pula halnya dalam usaha pendidikan. Sesungguhnya, tanpa belajar tidak pernah ada pendidikan. Mengingat kecerdasan, kepintaran, dan tujuan pendidikan dapat dicapai tergantung pada sejauh mana proses pembelajaran itu dilakukan. Maka, belajar menjadi penting ketika seseorang ingin mencapai puncak keberhasilan dalam hidupnya. Dengan belajar, ia juga mampu mempertahankan kehidupan sekelompok manusia (bangsa) di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu maju. Dengan demikian, belajar adalah sebuah keniscayaan untuk memperoleh pengetahuan konseptual-teoritis, mendapatkan keterampilan praktis-aplikatif dan berbudi pekerti luhur.
Oleh karena itu, belajar ini dilakukan oleh manusia berlangsung terus-menerus, sepanjang hayat (long life education), di sekolah maupun di luar sekolah, dibimbing atau tidak. Premis ini diperkuat oleh kenyataan bahwa manusia walaupun mempunyai kelemahan, tetapi di sisi lain ia adalah makhluk yang dinamis bukan makhluk yang statis. Dengan kedinamisannya, ia mampu menciptakan kemajuan dengan berbagai teknologi yang canggih guna mempermudah kehidupannya.


Maka dapat dikatakan bahwa kualitas hasil proses perkembangan manusia itu banyak berpulang pada apa dan bagaimana ia belajar. Karena dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Selanjutnya tinggi rendahnya kualitas perkembangan manusia akan menentukan masa depan peradaban manusia itu sendiri. Jika kemampuan belajar umat manusia hilang, maka tidak akan ada peradaban yang bisa diwariskan kepada anak cucu.
Menurut Berkson dan Wettersten, hal ideal yang seharusnya terjadi dalam sebuah proses belajar adalah tidak hanya berupa pemindahan (transfer), tetapi juga transformasi/ pengubahan (transformation); baik itu pengetahuan, keterampilan, maupun nilai. Oleh karena itu, belajar harus menyentuh tiga ranah, yaitu kognitif, psikomotorik dan afektif. Dengan tiga ranah tersebut, harapannya belajar tidak hanya sebagai pemenuhan kepuasan intelektual belaka, melainkan juga mampu memberikan perubahan tingkah laku pada individu.
Inti dari belajar adalah perubahan dan modifikasi, akan tetapi tidak semua perubahan dan modifikasi itu disebabkan oleh belajar, karena perubahan yang dikehendaki dalam belajar meliputi dua hal, yaitu: 1) Perubahan belajar pada dasarnya proses yang sadar. Belajar adalah suatu proses bukan suatu hasil, oleh karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integratif; dan 2) Perubahan yang terjadi pada hakikatnya merupakan aspek-aspek kepribadian (tingkah laku, kecakapan, sikap dan perhatian) yang terus-menerus berfungsi pada dirinya.
Untuk menjelaskan lebih lanjut tentang kensep belajar dan konsep dasar pembalajaran inilah penulis membahas makalah ini.

A. Konsep Belajar
1. Pengertian Belajar
Para ahli konsep belajar mendefinisikan belajar dengan pengertian perspektif yang berbeda-beda. Perbedaan itu lebih disebabkan karena adanya kenyataan bahwa perbuatan belajar itu sendiri bermacam-macam. Dalam perspektif tradisional, belajar dimaknai dengan menirukan ucapan kalimat, mengumpulkan pembendaharan kata, fakta, menghafal, menghitung, dan seterusnya. Aktivitas-aktivitas tersebut sering dimaknai sebagai upaya belajar, meski di samping hal-hal tersebut juga terdapat upaya-upaya belajar lain yang berkembang di masyarakat, seperti mengikuti pelatihan, pengajian/majlis taklim, dan sebagainya.
Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku atau kecakapan (kognitif, afektif, psikomotor) manusia yang bukan disebabkan oleh pertumbuhan fisiologis atau proses kematangan.
Adapun Kleden, maka ia mengklasifikasikan proses belajar menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Belajar tentang konsep sesuatu (Learning how to think), yaitu belajar untuk mengetahui sesuatu. Misalnya belajar tentang bersepeda, maka cukup membaca buku-buku, melihat film dan video tentang cara-cara bersepeda.
b. Belajar praktis (Learning how to do), yaitu belajar bagaimana melakukan sesuatu. Jika seseorang belajar bersepeda, maka ia akan langsung menaiki sepeda dan mempraktikkan, yang tidak mustahil ia akan nabrak kiri dan kanan.
c. Belajar untuk menjadi (Learning how to be), yaitu belajar memanusiakan manusia. Belajar inilah yang disebut sebagai proses pembelajaran yang sejati.
Pengklasifikasian di atas bisa dikatakan sebagai tahapan dalam belajar. Maksudnya kegiatan pertama belajar adalah mengetahui sesuatu kemudian mempraktikannya, karena sudah menjadi terbiasa, maka hasil dari belajar itu mampu memunculkan jati diri pembelajar tersebut.
Adapun definisi belajar yang diberikan oleh para ahli bermacam-macam, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Geoch mengatakan: “Learning is a change in performance as a result af practice”.
b. Cronbach dalam bukunya Educational Psychology menyatakan bahwa: “Learning is shown by a change in behavior as a result of experience”. Jadi, belajar menurut Cronbach adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalamannya.
c. Ernest R. Hilgard dalam bukunya Theories of Learning, mengemukakan bahwa:
“Learning refers to the change in a subject’s behavior or behavior potential to a given situation brought about by the subject’s repeated experiences in that situation, provided that the behavior change cannot be explained on the basis of the subject’s native response tendencies, maturation, or temporary states (such as fatigue, drunkness, drives, and so on).”
Belajar merupakan perubahan tingkah laku seseorang melalui pengalaman yang diulang-ulang yang bukan merupakan perkembangan respon pembawaan, bukan karena proses kematangan atau keadaan yang bersifat sementara.
Di sini Hilgard membatasi belajar sebagai suatu proses timbulnya atau berubahnya tingkah laku melalui latihan dan dibedakan dari perubahan yang diakibatkan oleh faktor-faktor yang bukan digolongkan latihan.
d. Chaplin (1972) membatasi belajar menjadi dua rumusan, yaitu: pertama, belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman; kedua, belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.
e. Hintzman (1978) dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory berpendapat bahwa: “Learning is a change in organism due to experience which can affect the organism’s behavior”. Belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan yang disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.
f. Robert M. Gagne dalam bukunya Conditions of Learning menyebutkan: “Learning is change in human dispotition or capacity, which persists over a period of time, and which is not simple ascribable to processes of growth”. Belajar adalah perubahan watak manusia yang berlangsung lama yang bukan berasal dari proses pertumbuhan yang sederhana.
menyatakan bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah mengalami situasi itu.
Dari beberapa definisi belajar di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku atau watak seseorang sebagai hasil dari pengalaman dan latihan bukan karena proses pertumbuhan maupun kematangan. Sebagaimana diakui Tabrani, pengertian belajar kontemporer berbeda dengan pengertian lama belajar.

2. Bentuk-Bentuk Belajar
Robert M. Gagne (1984) memaparkan lima bentuk belajar, yaitu:
a. Belajar Responden
Dalam belajar ini, suatu respon dikeluarkan oleh suatu stimulus yang telah dikenal. Jadi, terjadinya proses belajar dikarenakan adanya stimulus. Misalnya Maya bisa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh gurunya dengan benar. Kemudian guru tersebut memberikan senyuman dan pujian kepadanya. Akibatnya Maya semakin giat belajar. Senyum dan pujian guru ini merupakan stimulus tak terkondisi. Tindakan guru ini menimbulkan perasaan yang menyenangkan pada diri Maya sehingga ia membuat dia lebih giat lagi dalam belajar.
b. Belajar Kontiguitas
Belajar dalam bentuk ini tidak memerlukan hubungan stimulus tak terkondisi dengan respons. Asosiasi dekat (contiguous) sederhana antara stimulus dan respons dapat menghasilkan suatu perubahan dalam perilaku individu. Hal ini disebabkan secara sederhana manusia dapat berubah karena mengalami peristiwa-peristiwa yang berpasangan. Belajar kontiguitas sederhana bisa dilihat jika seseorang memberikan respon atas pertanyaan yang belum lengkap, seperti ”dua kali dua sama dengan?” Maka pasti bisa menjawab ”empat”. Itu adalah contoh asosiasi berdekatan antara stimulus dan respon dalam waktu yang sama.
Bentuk belajar kontiguitas yang lain adalah “stereotyping”, yaitu adanya peristiwa yang terjadi berulang-ulang dalam bentuk yang sama, sehingga terbentuk dalam pemikiran kita. Seringkali sinetron televisi memperlihatkan seorang ilmuwan dengan memakai kacamata, ibu tiri adalah wanita yang kejam. Maka sinetron televisi menciptakan kondisi untuk belajar stereotyping, padahal hal tersebut tidak sepenuhnya benar.
c. Belajar Operant
Belajar bentuk ini sebagai akibat dari reinforcement, bukan karena adanya stimulus, sebab perilaku yang diinginkan timbul secara spontan ketika organisme beroperasi dengan lingkungannya. Maksudnya perilaku individu dapat ditimbulkan dengan adanya reinforcement segera setelah adanya respon. Respon ini bisa berupa pernyataan, gerakan dan tindakan. Misalnya respon menjawab pertanyaan guru secara sukarela, maka reinforcer bisa berupa ucapan guru “bagus sekali”, “kamu dapat satu poin”, dan sebagainya.
d. Belajar Observasional
Konsep belajar ini memperlihatkan bahwa orang dapat belajar dengan mengamati orang lain melakukan apa yang akan dipelajari. Misalnya anak kecil belajar makan itu dengan mengamati cara makan yang dilakukan oleh ibunya atau keluarganya.
e. Belajar Kognitif
Bentuk belajar ini memperhatikan proses-proses kognitif selama belajar. Proses semacam itu menyangkut “insight” (berpikir) dan “reasoning” (menggunakan logika deduktif dan induktif). Bentuk belajar ini mengindahkan persepsi siswa, insight, kognisi dari hubungan esensial antara unsur-unsur dalam situasi ini. Jadi belajar tidak hanya timbul dari adanya stimulus-respon maupun reinforcement, melainkan melibatkan tindakan mental individu yang sedang belajar.
Dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa Gagne membagi bentuk-bentuk belajar menjadi lima bentuk, yang merupakan inti dari teori belajar, yaitu bentuk responden, kontiguitas, operant, observasional dan kognitif. Responden merupakan belajar yang dibentuk dengan adanya hubungan antara stimulus dengan respon. Kontiguitas sama dengan responden, akan tetapi untuk responden waktunya dilakukan secara bersamaan. Observasional merupakan bentuk belajar yang paling sederhana karena individu hanya mengamati orang lain kemudian meniru perbuatannya. Sedangkan kognitif merupakan bentuk yang tertingggi karena sudah memasuki wilayah insight.
3. Tujuan Belajar
Secara umum, belajar dilakukan individu untuk mencapai sesuatu yang mempunyai arti baginya. Tujuan ini dapat diidentifikasi dengan terjadinya perubahan pada individu dan dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu:
a. Pengetahuan (knowledge); dalam hal ini sifat perubahannya adalah kognitif. Perubahan yang diharapkan adalah dari tidak mengetahui menjadi mengetahui, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan sebagainya.
b. Keterampilan (skill); sifat perubahannya adalah psikomotorik. Perubahan yang diharapkan adalah dari tidak bisa membuat, melakukan, membentuk dan sebagainya berubah bisa membuat, melakukan, membentuk sesuatu, dan sebagainya.
c. Sikap (attitude); sifat perubahannya adalah afektif. Perubahan yang diharapkan adalah dari sikap negatif menjadi sikap positif, dari sikap salah menjadi sikap baik dan sebagainya.
Maka tujuan belajar bisa dikatakan mengikuti teori Benyamin S. Bloom yang harus menyentuh tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
4. Prinsip-Prinsip Belajar
Setiap teori bertolak dari asumsi atau anggapan dasar tertentu tentang belajar. Oleh karena itu tidaklah heran apabila terdapat perbedaan pandangan tentang belajar. Meskipun demikian, ada beberapa pandangan umum yang relatif sama di antara konsep-konsep tersebut. Beberapa kesamaan ini dipandang sebagai prinsip belajar. Adapun prinsip-prinsip belajar adalah:
a. Prinsip Kesiapan (Readiness)
Proses belajar sangat dipengaruhi oleh kesiapan individu sebagai subyek yang melakukan kegiatan belajar. Kesiapan belajar adalah kondisi fisik-psikis (jasmani-mental) individu yang memungkinkan subyek dapat belajar. Berdasarkan prinsip kesiapan ini, dapat dikemukakan beberapa hal yang terkait dengan pembelajaran, yaitu: 1) individu akan dapat belajar dengan baik, apabila tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan kesiapan (kematangan usia, kemampuan, minat, dan latar belakang pengalamannya); 2) kesiapan peserta didik harus dikaji terlebih dahulu untuk mengetahui kemampuannya; 3) jika individu kurang siap untuk belajar, maka akan menghambat proses pengaitan pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang dimilikinya; 4) kesiapan belajar menentukan taraf kesiapan untuk menerima sesuatu yang baru; 5) bahan serta tugas-tugas belajar akan sangat baik apabila divariasi sesuai dengan faktor kesiapan kognitif, afektif dan psikomotorik.
b. Prinsip Motivasi (Motivation)
Menurut Morgan (1986), motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah tujuan tertentu. Ada tidaknya motivasi individu dapat diamati dari tingkah lakunya. Apabila peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi, maka ia akan: 1) bersungguh-sungguh menunjukkan minat dan perhatiannya yang besar, 2) berusaha keras dan menyediakan waktu yang cukup untuk kegiatan belajar, dan 3) terus bekerja sampai tugas-tugasnya terselesaikan. Berdasarkan sumbernya, motivasi terbagi menjadi dua, yaitu motivasi instrinsik (yang datang dari dalam diri peserta didik) dan motivasi ekstrinsik (yang datang dari lingkungan/luar dirinya).
Prinsip ini apabila dikaitkan dengan pembelajaran harus memperhatikan beberapa hal, yaitu:
1) Memberikan dorongan (drive). Tingkah laku individu akan terdorong ke arah tujuan apabila ada kebutuhan. Kebutuhan ini yang mendorong timbulnya motivasi instrinsik untuk mencapai tujuan yang diharapkannya. Setelah tujuan dapat dicapai, maka biasanya intensitas dorongannya menurun.
2) Memberikan insentif, yaitu tujuan yang menyebabkan seseorang bertingkah laku. Setiap individu mengharapkan kesenangan dengan mendapatkan insentif positif dan ia akan menghindari insentif yang bersifat negatif. Maka dalam praktek pembelajaran, peserta didik bisa diberi penghargaan sesuai dengan kadar kemampuan yang dicapai. Bila perlu insentif dapat diberikan secara bertahap sesuai tahap tingkatan yang dapat dicapainya.
3) Motivasi berprestasi. Mc Celland mengemukakan bahwa motivasi merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu: a) harapan untuk melakukan suatu tugas dengan berhasil, b) prestasi tertinggi tentang nilai tugas, dan c) kebutuhan untuk keberhasilan. Maka dari itu, pendidik perlu mengetahui mana peserta didik yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi dan yang rendah.
4) Motivasi kompetensi. Setiap peserta didik mempunyai keinginan untuk menunjukkan kompetensi dengan berusaha menaklukkan lingkungannya. Motivasi belajar tidak lepas dari keinginannya untuk menunjukkan kemampuan yang dimilikinya.
5) Motivasi kebutuhan menurut Maslow. Menurut Maslow, manusia memiliki kebutuhan yang bersifat hierarki, mulai dari yang terendah hingga yang tertinggi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memberikan motivasi bagi individu untuk memenuhinya.
c. Prinsip Perhatian
Perhatian merupakan strategi kognitif yang mencakup empat keterampilan, yaitu: 1) berorientasi pada suatu masalah, 2) meninjau sepintas isi masalah, 3) memusatkan diri pada aspek-aspek yang relevan, dan 4) mengabaikan stimulus yang tidak relevan. Dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk: a) mengarahkan diri pada tugas yang akan diberikan, b) melihat masalah-masalah yang akan diberikan, 3) memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan, dan 4) mengabaikan hal-hal lain yang tidak relevan. Untuk mempengaruhi perhatian peserta didik, Chield mengajukan beberapa prinsip, yaitu: 1) harus memperhatikan faktor-faktor internal yang mempengaruhi belajar, meliputi minat, kelelahan, karakteristik peserta didik, dan motivasi; 2) memperhatikan faktor-faktor eksternal, meliputi intensitas stimulus, kemenarikan stimulus yang baru, keragamannya dan sebagainya.
d. Prinsip Persepsi
Persepsi adalah sesuatu yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya. Semua proses belajar selalu dimulai dari persepsi. Persepsi dianggap sebagai kegiatan awal struktur kognitif seseorang. Perspesi bersifat relatif, selektif, dan teratur. Oleh karena itu, sejak dini ditanamkan kepada peserta didik memiliki persepsi yang baik dan akurat terhadap apa yang dipelajari, karena hal itu akan mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan kegiatan belajarnya. Agar persepsi berfungsi secara efektif, maka kemampuan untuk mengadakan persepsi tentang sesuatu dijadikan sebagai kebiasaan dalam memulai pembelajaran. Prinsip-prinsip umum yang perlu diperhatikan dalam menggunakan persepsi adalah 1) makin baik persepsi mengenai sesuatu, makin mudah peserta didik belajar mengingat sesuatu tersebut, 2) dalam pembelajaran, perlu dihindari persepsi yang salah karena akan memberikan pengertian yang salah pula pada peserta didik tentang apa yang dipelajari, 3) dalam pembelajaran perlu diupayakan berbagai sumber belajar yang dapat mendekati benda sesungguhnya sehingga peserta didik mempunyai persepsi yang akurat.
e. Prinsip Retensi
Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah individu mempelajari sesuatu. Dengan retensi, membuat apa yang dipelajari individu tertinggal lebih lama dalam struktur kognitifnya dan dapat diingat kembali apabila diperlukan. Untuk meningkatkan retensi belajar, Thomburg dan Chauham (1979) mengemukakan beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu 1) isi pembelajaran yang bermakna akan lebih mudah diingat, 2) benda yang jelas dan kongkrit akan lebih mudah diingat dibandingkan yang abstrak, 3) retensi akan lebih baik untuk isi pembelajaran yang bersifat kontekstual atau kata-kata yang memiliki kekuatan asosiatif, 4) berikan resitasi, untuk meningkatkan aktifitas peserta didik, 5) susun konsep yang jelas, dan 6) berikan latihan pengulangan terutama pembelajaran keterampilan motorik. Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi retensi belajar, yaitu apa yang dipelajari di permulaan (original learning), belajar melebihi penguasaan (over learning) dan pengulangan dengan interval waktu (spaced review).
f. Prinsip Transfer
Transfer merupakan suatu proses dimana sesuatu yang pernah dipelajari dapat mempengaruhi proses dalam mempelajari sesuatu yang baru. Dengan demikian, transfer berarti pengaitan pengetahuan yang sudah dipelajari dengan pengetahuan yang baru dipelajari. Atau aplikasi pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, respon lain dari satu situasi kepada situasi yang lain. Terdapat beberapa bentuk transfer, yaitu transfer positif, transfer negatif dan transfer nol. Transfer positif terjadi apabila pengalaman sebelumnya dapat membantu dalam unjuk kerja dalam tugas-tugas baru. Transfer negatif terjadi apabila pengalaman yang diperoleh sebelumnya menghambat unjuk kerja dalam tugas-tugas baru dan transfer nol terjadi apabila pengalaman yang diperoleh sebelumnya tidak memberikan pengaruh sama sekali terhadap unjuk kerja yang baru. Adapun proses yang terjadi dalam transfer adalah a) pengelompokkan, generalisasi, dan strukturisasi materi, b) terdapat hubungan dalam berbagai bentuk maupun ukuran, c) adanya struktur dalam, dan d) adanya proses berpikir yang konsisten.
Sedangkan Nana Syaodih dalam bukunya Landasan Psikologi Proses Pendidikan mengemukakan terdapat sepuluh prinsip-prinsip belajar yaitu; 1) belajar merupakan bagian dari perkembangan, 2) belajar berlangsung seumur hidup, 3) keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan, faktor lingkungan, kematangan serta usaha individu itu sendiri, 4) belajar mencakup semua aspek kehidupan; meliputi kognitif, afektif dan psikomotorik, 5) kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu, 6) belajar berlangsung dengan atau tanpa guru, 7) belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi, 8) perbuatan belajar berfariasi dari yang paling sederhana sampai dengan yang sangat kompleks, 9) dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan.
Dari dua pendapat di atas, maka pendapat yang pertama merupakan prinsip dalam proses pembelajaran, sedangkan pendapat yang kedua merupakan belajar secara umum. Maka, prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran meliputi kesiapan peserta didik dalam dalam proses pembelajaran, motivasi peserta didik untuk senantiasa mengikuti pembelajaran, perhatian, persepsi, kekuatan retensi, dan transfer agar pengetahuan yang telah dipelajari dapat diaplikasikan pada situasi yang lain.
5. Aktifitas-Aktifitas Belajar
Setelah kita mengetahui apa itu belajar, bentuk-bentuknya, tujuan, dan prinsip belajar, maka individu pembelajar harus mempunyai set belajar, yaitu arah atau sikap terhadap kegiatan. Artinya ketika individu itu belajar, maka ia harus mempunyai arah kegiatan untuk mempermudah dalam mencapai tujuan yang ingin dicapainya, baru kemudian melakukan aktifitas belajar. Aktifitas belajar bermacam-macam, terdiri dari a) mendengarkan secara aktif dan bertujuan, b) meraba, membau dan mencicipi/mencecap apabila didorong oleh kebutuhan dan motivasi untuk mencapai tujuan yang berkaitan dengan perubahan tingkah laku, c) menulis atau mencatat, d) membaca, e) membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi dapat membantunya mengingat atau mencari kembali materi yang diperlukan suatu saat, f) mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan, karena terdapat tipe individu yang lebih cepat belajarnya dalam bentuk visual, g) menyusun paper atau kertas kerja, h) mengingat yang didasari dengan set belajar, i) berpikir dikatakan sebagai aktifitas belajar tertinggi, karena dengan berpikir, individu akan menemukan sesuatu yang baru, dan j) latihan dan praktek karena individu yang melaksanakan kegiatan berlatih tentunya mempunyai dorongan untuk mencapai tujuan tertentu yang dapat mengembangkan aspek yang ada dalam dirinya.
Uraian di atas menjelaskan bahwa semua itu kegiatan yang tersebut di atas bisa dikatakan sebagai aktifitas belajar, apabila didorong oleh kebutuhan dan motivasi untuk mencapai perubahan tingkah laku yang diinginkan. Dengan demikian, walaupun aktifitas belajar dilakukan tetapi tidak ada set belajar, maka tidak disebut sebagai belajar karena tidak menjadikan terjadinya perubahan tingkah laku subyeknya.

B. Teori Belajar
Teori adalah seperangkat asas yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia nyata. Teori juga dapat didefinisikan sebagai suatu pola yang disusun dan diarahkan kepada praktik, dengan harapan praktik itu lebih baik karena didasarkan pada teori. Di samping itu, teori juga dapat diartikan sebagai prinsip umum yang dikemukakan dengan maksud gejala-gejala tertentu, suatu prinsip yang didasarkan pada penalaran, walaupun secara nyata belum tentu dapat dipraktikkan. Kaitannya dengan belajar, maka teori belajar merupakan gejala-gejala atau prinsip yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Dalam hal ini teori belajar merupakan proses bagaimana individu itu belajar, yang menurut Popper tidak hanya mengumpulkan informasi, melainkan lebih kepada melakukan perubahan pandangan individu tersebut.
Secara garis besar, teori belajar dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu: 1) teori belajar behavioristik, yang lebih mengedepankan hubungan antara stimulus dengan respon; 2) teori belajar kognitif, yang lebih mengedepankan aspek insight dan perilaku mental individu; 3) teori belajar humanistik, yang berpandangan bahwa belajar adalah proses memanusiakan manusia, karena manusia mempunyai potensi yang harus dikembangkan.
Adapun penjelasan secara global dari masing-masing teori belajar adalah sebagai berikut:
1. Teori Belajar Behavioristik
Menurut teori behavioristik, belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang dapat diamati secara langsung, yang terjadi melalui hubungan stimulus-stimulus dan respon-respon menurut prinsip-prinsip mekanistik. Para penganut teori ini berpendapat bahwa sudah cukup bagi siswa untuk mengasosiasikan stimulus-stimulus dan respon-respon yang diberi reinforcement apabila ia memberikan respon yang benar. Mereka tidak mempersoalkan apa yang terjadi dalam pikiran siswa sebelum dan sesudah respon dibuat.
Para behavioris berkeyakinan bahwa setiap anak manusia lahir tanpa warisan kecerdasan, warisan bakat, warisan perasaan dan warisan yang bersifat abstrak lainnya. Semuanya itu timbul setelah manusia mengalami kontak dengan alam dan lingkungan sosial budayanya dalam proses pendidikan. Menurut mereka, segenap perilaku manusia itu bisa dipelajari dan dibentuk oleh lingkungannya. Setiap individu akan menjadi pintar, terampil, dan mempunyai sifat abstrak lainnya tergantung pada bagaimana ia belajar dengan lingkungannya.
Dengan demikian teori behaviorisme hanya memandang manusia dari sisi individu yang memiliki sisi jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek ruhaniah. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Dalam hal ini Sumadi Suryabrata (1990) memberikan ciri-ciri teori behavioristik adalah:
a. Perkembangan tingkah laku seseorang itu tergantung pada belajar.
b. Mementingkan bagian-bagian atau elemen-elemen, tidak keseluruhan.
c. Mementingkan reaksi dan mekanisme “Bond”, refleks dan kebiasaan-kebiasaan.
d. Bertinjauan historis, artinya segala tingkah lakunya terbentuk karena pengalaman dan latihan.
2. Teori Belajar Kognitif
Teori ini muncul sebagai wujud dari ketidakpuasan terhadap teori belajar behavioristik. Karena menurut psikolog kognitif, tingkah laku manusia yang tampak dari luar tidak bisa diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental, yaitu motivasi, kesengajaan, keyakinan, insight, dan sebagainya.
Belajar dalam perspektif psikolog kognitif pada dasarnya adalah proses internal atau peristiwa mental bukan peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah) sehingga tidak dapat diamati secara langsung. Sedangkan perubahan yang terjadi dalam kemampuan seseorang dalam bertingkah laku dan berbuat sesuatu dalam situasi tertentu, hanyalah suatu refleksi dari perubahan internal. Jadi tingkah laku individu itu muncul karena adanya dorongan dari dalam dirinya, bukan karena kebiasaan atau latihan. Kalaupun tingkah laku tersebut merupakan hasil dari latihan, maka hal tersebut juga bergantung pada mental individu tersebut, apakah mau melakukannya ataukah tidak.
Sumadi Suryabrata memberikan ciri-ciri teori belajar kognitifistik, yaitu:
a. Lebih mementingkan keseluruhan daripada bagian-bagian,
b. Mementingkan kognisi terutama insight,
c. Mementingkan dynamic aquilibrium, dan
d. Lebih mementingkan masa kini dalam tingkah laku manusia dan dalam menyelesaikan problem.
3. Teori Belajar Humanistik
Psikologi humanistik memahami tingkah laku dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut tinjau pengamatnya (observer). Menurut aliran humanistik, materi pelajaran yang diberikan dalam proses pembelajaran harus disesuaikan dengan perasaan dan perhatian siswa. Tugas pendidik dalam hal ini adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensinya. Teori ini memberikan kebebasan bagi peserta didik, karena menurut mereka tiap individu itu berhak menentukan perilaku mereka sendiri dan bebas dalam memilih kualitas hidup mereka dan tidak terikat oleh lingkungannya.
Matrik Komparasi Teori Belajar dalam Perspektif Barat
Aspek Teori Belajar Behavioristik Teori Belajar Kognitif Teori Belajar Humanistik
Pandang-an tentang Manusia Bersifat netral yang lahir tanpa warisan kecerdasan, bakat, perasaan dan warisan abstrak lainnya Pemroses informasi yang aktif Memiliki potensi-potensi yang baik
Makna Belajar Suatu perubahan tingkah laku yang dapat diamati secara langsung, yang terjadi melalui hubungan stimulus-stimulus dan respon-respon menurut prinsip-prinsip mekanistik Proses internal atau peristiwa mental bukan peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah) sehingga tidak dapat diamati secara langsung Proses memanusiakan manusia, karena manusia mempunyai potensi yang harus diaktualisasikan
Tujuan Belajar Terbentuknya kebiasaan akibat hubungan antara stimulus-respon dan reinforcement Untuk mendapatkan pengetahuan baru dalam rangka memecahkan persoalan yang dihadapinya. Individu mampu mengaktuali-sasikan dirinya

C. Ciri-ciri Belajar
Secara teoritis, sebagaimana telah dibahas pada bagian makalah ini bahwa belajar merupakan perubahan perilaku. Akan tetapi tidak semua perubahan perilaku organisme dianggap sebagai hasil belajar. Perubahan perilaku hasil belajar memiliki ciri-ciri tertentu. Dengan perkataan lain, setiap perilaku belajar selalu ditandai dengan ciri-ciri perubahan yang spesifik.
Oemar Hamalik menjelaskan bahwa ciri-ciri (karakteristik) belajar adalah meliputi:
1. Belajar merupakan perubahan yang diperoleh dari latihan yang berbeda dengan perubahan yang didapatkan dari proses kematangan (maturation).
2. Belajar dibedakan dari perubahan fisik dan mental.
3. Hasil belajar yang relatif menetap. Tingkah laku yang dihasilkan dari proses belajar bersifat menetap dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Adapun Tohirin, menyatakan bahwa ciri-ciri perubahan yang menjadi karakteristik terpenting perilaku hasil belajar adalah: (1) adanya perubahan yang intensional; (2) adanya perubahan yang bersifat positif dan aktif; (3) adanya perubahan yang efektif dan fungsional.
1. Perubahan Intensional
Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan sengaja dan disadari. Karakteristik ini maknanya adalah bahwa setiap individu menyadari akan adanya perubahan yang dialami atau sekurang-kurangnya merasakan adanya perubahan dalam dirinya seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan, sikap dan pandangan terhadap sesuatu, ketrampilan dan seterusnya.
2. Perubahan Positif dan Aktif
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif an aktif. Positif artinya bermakna, baik, bermanfaat, serta sesuai dengan harapan. Hal ini juga menandakan bahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan penambahan, yakni diperolehnya sesuatu yang relatif baru (misalnya pemahaman atau ketrampilan baru) yang lebih baik dari apa yang telah ada sebelumnya. Perubahan bersifat aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya seperti karena proses kematangan usia. Dengan perkataan lain, perubahan tersebut karena usaha individu itu sendiri.
3. Perubahan Efektif dan Fungsional
Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif, yakni berdaya guna. Artinya, perubahan tersebut membawa pengaruh makna dan manfaat tertentu bagi orang atau individu yang belajar. Perubahan bersifat fungsional juga bermakna ia relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat dimanfaatkan secara luas, misalnya ketika siswa menempuh ujian dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sehari-hari dalam kelangsungan hidupnya.
Selain itu, perubahan yang efektif dan fungsional biasanya bersifat inamis dan menorong timbulnya perubahan-perubahan positif lainnya, misalnya apabila seseorang belajar menulis, maka ia akan mampu merangkaikan kata dan kalimat dalam bentuk tulisan, dan ia juga akan memperoleh kecakapan lainnya seperti membuat catatan, mengarang surat dan sebagainya.

D. Konsep Pembelajaran
1. Arti dan Makna Pembelajaran
Dalam Undang-Undang Sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Dari definisi pembelajaran tersebut dijelaskan bahwa tiga elemen utama pembelajara yaitu: peserta didik, pendidik, dan sumber belajar. Ketiga elemen utama tersebut berinteraksi dalam suatu lingkungan belajar yang tidak terbatas pada termpat-tempat tertentu seperti sekolah, pesantren ataupun lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Namun, pembelajaran dapat dilangsungkan di mana saja dengan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk proses belajar.
Oemar Hamalik mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Definisi lain dari pembelajaran dari para ahli di antaranya bahwa pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh anak didik atau murid. Konsep pembelajaran menurut Corey adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut sera dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Mengajar menurut William H. Burton adalah upaya memberikan stimulis, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.
2. Tujuan Pembelajaran
Pada dasarnya belajar itu mempunyai tujuan agar peserta didik dapat meningkatkan kualitas hidupnya sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Sebagai individu seseorang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan inovatif menghadapi persaingan global, kreatif dan tekun mencari peluang untuk memperoleh kehidupan layak dan halal, namun dapat menerima dengan tabah andaikata menghadapi kegagalan setelah berusaha. Oleh karenanya, setiap lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan disamping membekali lulusannya dengan penguasaan materi subyek dari bidang studi yang akan dikaji dan pedagogi bahan kajian atau materi subyek tersebut, diharapkan juga memberikan pemahaman tentang kaitan antara materi pelajaran dengan dunia nyata atau kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian, pembelajaran baik formal maupun nonformal diharapkan dapat memberi pengalaman bagi pesertanya melalui “Learning to know, learning to do, dan learning to be and learning to live together” sesuai anjuran yang dicanangkan oleh UNESCO.
Tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pembelajaran. Sebab segala kegiatan pembelajaran muaranya pada tercapainya tujuan tersebut.
Tujuan pembelajaran adalah pernyataan tentang hasil pembelajaran atau apa yang diharapkan. Tujuan ini bisa sangat umum, sangat khusus, atau dimana saja dalam kontinum umum-khusus. Karakteristik bidang studi adalah aspek-aspek suatu bidang studi yang dapat memberikan landasan yang berguna sekali dalam mendiskripsikan strategi pembelajaran, seperti misalnya, waktu, media, personalia, dan dana/uang. Selanjutnya, karakteristik si belajar adalah aspek-aspek atau kualitas perseorangan si belajar, seperti misalnya: bakat, motivasi, dan hasil yang telah dimilikinya.
3. Tahap-tahap Proses Dalam Pembelajaran
Pembelajaran sebagai suatu proses kegiatan, terdiri atas tiga fase atau tahapan. Fase-fase proses pembelajaran yang dimaksud meliputi: tahap perencanaan, tahap pelaksanan, dan tahap evaluasi. Adapun dari ketiganya ini akan dibahas sebagaimana berikut:
a. Tahap Perencanaan.
Kegiatan pembelajaran yang baik senantiasa berawal dari rencana yang matang. Perencanaan yang matang akan menunjukkan hasil yang optimal dalam pembelajaran.
Perencanaan merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pelaksanaan perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun yang lebih utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat sasaran.
Begitu pula dengan perencanaan pembelajaran, yang direncanakan harus sesuai dengan target pendidikan. Guru sebagai subjek dalam membuat perencanaan pembelajaran harus dapat menyusun berbagai program pengajaran sesuai pendekatan dan metode yang akan di gunakan.
Langkah-langkah yang harus dipersiapkan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Analisis Hari Efektif dan analisis Program Pembelajaran
2) Membuat Program Tahunan, Program Semester dan Program Tagihan
3) Menyusun Silabus
4) Menyusun Rencana Pembelajaran
5) Penilaian Pembelajaran
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap ini merupakan tahap implementasi atau tahap penerapan atas desain perencanaan yang telah dibuat guru. Hakikat dari tahap pelaksanaan adalah kegiatan operasional pembelajaran itu sendiri. Dalam tahap ini, guru melakukan interaksi belajar-mengajar melalui penerapan berbagai strategi metode dan tekhnik pembelajaran, serta pemanfaatan seperangkat media.
Dalam proses ini, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh seorang guru, diantaranya ialah:
1) Aspek pendekatan dalam pembelajaran
2) Aspek Strategi dan Taktik dalam Pembelajaran
3) Aspek Metode dan Tekhnik dalam Pembelajaran
4) Prosedur Pembelajaran
c. Tahap Evaluasi
Pada hakekatnya evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi. Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk:
1) Peserta akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas perilaku yang diinginkan;
2) Mereka mendapatkan bahwa perilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua tahap, sehingga sekarang akan timbul lagi kesenjangan antara penampilan perilaku yang sekarang dengan tingkah laku yang diinginkan.
Pada tahap ini kegiatan guru adalah melakukan penilaian atas proses pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi adalah alat untuk mengukur ketercapaian tujuan. Dengan evaluasi, dapat diukur kuantitas dan kualitas pencapaian tujuan pembelajaran. Sebaliknya, oleh karena evaluasi sebagai alat ukur ketercapaian tujuan, maka tolak ukur perencanaan dan pengembangannya adalah tujuan pembelajaran.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran, Moekijat (seperti dikutip Mulyasa) mengemukakan teknik evaluasi belajar pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai berikut:
“(1) Evaluasi belajar pengetahuan, dapat dilakukan dengan ujian tulis, lisan, dan daftar isian pertanyaan; (2) Evaluasi belajar keterampilan, dapat dilakukan dengan ujian praktek, analisis keterampilan dan analisis tugas serta evaluasi oleh peserta didik sendiri; (3) Evaluasi belajar sikap, dapat dilakukan dengan daftar sikap isian dari diri sendiri, daftar isian sikap yang disesuaikan dengan tujuan program, dan skala deferensial sematik (SDS)”
Apapun bentuk tes yang diberikan kepada peserta didik, tetap harus sesuai dengan persyaratan yang baku, yakni tes itu harus:
1) Memiliki validitas (mengukur atau menilai apa yang hendak diukur atau dinilai, terutama menyangkut kompetensi dasar dan materi standar yang telah dikaji);
2) Mempunyai reliabilitas (keajekan, artinya ketetapan hasil yang diperoleh seorang peserta didik, bila dites kembali dengan tes yang sama);
3) Menunjukkan objektivitas (dapat mengukur apa yang sedang diukur, disamping perintah pelaksanaannya jelas dan tegas sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang tidak ada hubungannya dengan maksud tes);
4) Pelaksanaan evaluasi harus efisien dan praktis

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Konsep Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar adalah perubahan tingkah laku atau watak seseorang sebagai hasil dari pengalaman dan latihan bukan karena proses pertumbuhan maupun kematangan.
b. Bentuk-Bentuk Belajar
Di sini penulis merujuk pada pandangan Robert M. Gagne (1984) yang memaparkan lima bentuk belajar, yaitu: Belajar Responden, Belajar Kontiguitas, Belajar Operant, Belajar Observasional, dan Belajar Kognitif
c. Tujuan Belajar
Tujuan belajar adalah mengadakan perubahan yang mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
d. Prinsip-Prinsip Belajar
Prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran meliputi kesiapan peserta didik dalam dalam proses pembelajaran, motivasi peserta didik untuk senantiasa mengikuti pembelajaran, perhatian, persepsi, kekuatan retensi, dan transfer agar pengetahuan yang telah dipelajari dapat diaplikasikan pada situasi yang lain.
e. Aktifitas-Aktifitas Belajar
Aktifitas belajar terdiri dari a) mendengarkan, b) meraba, membau dan mencicipi, c) menulis atau mencatat, d) membaca, e) membuat ikhtisar atau ringkasan, f) mengamati bentuk-bentuk visual, g) menyusun paper atau kertas kerja, h) mengingat, i) berpikir, dan j) latihan dan praktek.
2. Teori Belajar
Secara garis besar, teori belajar dapat diklasifikasikan menjadi: 1) teori belajar behavioristik, 2) teori belajar kognitif, dan 3) teori belajar humanistik.

3. Ciri-ciri Belajar
Ciri utama belajar adalah adanya perubahan dalam ranah kognitif, psikomotor dan afektif yang intensional, positif dan aktif, serta efektif dan fungsional.
4. Konsep Dasar Pembelajaran
a. Arti dan Makna Pembelajaran
Dalam Undang-Undang Sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Tiga elemen utama pembelajara yaitu: peserta didik, pendidik, dan sumber belajar. Ketiga elemen utama tersebut berinteraksi dalam suatu lingkungan belajar yang tidak terbatas pada tempat-tempat tertentu seperti sekolah, pesantren ataupun lembaga-lembaga pendidikan lainnya.
b. Tujuan Pembelajaran
Pembelajaran bertujuan untuk memberi pengalaman bagi pesertanya melalui Learning to know, learning to do, dan learning to be and learning to live together.
c. Tahap-tahap Proses Pembelajaran
Pembelajaran sebagai suatu proses kegiatan, terdiri atas tiga fase atau tahapan. Fase-fase proses pembelajaran yang dimaksud meliputi: tahap perencanaan, tahap pelaksanan, dan tahap evaluasi

B. Saran
Dari pemaparan di atas, maka penulis memberikan beberapa saran kepada pembaca:
1. Untuk memahami hakekat dasar pembelajaran guna memperkaya wawasan keilmuannya tentang pendidikan
2. Untuk menggunakan konsep dasar pembelajaran sebagai acuan pada proses kependidikan yang telah dan/atau akan dilaksanakannya.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1993. Cara Belajar yang Mandiri dan Sukses. Solo: C.V. Aneka.
___________. 1998 Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
___________. et.al.. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Abror, Abd. Rachman. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.
Ali, Nur. 2003. Pengembangan Buku Ajar Pendidikan Agama Islam. Malang: STAIN Malang.
Berkson dan Wettersten. 2003. Psikologi Belajar dan Filsafat Ilmu Karl Popper. Terj. Ali Noer Zaman. Yogyakarta: Qalam.
Bower, Gordon H. Hilgard, Ernest R. 1998. Theories of Learning. 4th Edition. New Jersey: Prentice Hall. Inc.
Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Depdikbud Dirjend Lembaga Tenaga Kependidikan.
Gredler, Margaret E. Bell. Tanpa Tahun. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: Rajawali Pers.
Hamalik, Oemar . 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Harefa, Andrias. 2000. Menjadi Manusia Pembelajar. Jakarta: Kompas.
Kusrini, Siti, et.al. 2005. Ketrampilan Dasar Mengajar (PPL I). Malang: Fakultas Tarbiyah UIN Malang.
Majid, Abdul, et.al. 2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung Remaja Rosdakarya.
Muhaimin, et.al.. 2002. Paradigma Pendidikan Islam; Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E. 2004. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Poedjiadi, Anna. 2005. Sains Teknologi Masyarakat: Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Purwanto, Ngalim. 1988. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remadja Karya.
Tabrani Rusyan, et.el.. 1994.Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran; untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta.
Sardiman A.M. 1992. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Soejanto, Agus. 1990. Bimbingan ke Arah Belajar yang Sukses. Bandung: Aksara Baru.
Soemanto, Wasty. 1990. Psikologi Pendidikan; Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Cet. 3.
Sudjana, Nana. 1988. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. Cet.5.
Syah, Muhibbin. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Cet.3.
Thonthowi, Ahmad. Tanpa Tahun. Psikologi Pendidikan. Bandung: Angkasa.
Tohirin. 2005. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Usman, Moh. Uzer , et.al.. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Winkel, W.S. 1989. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.

0 Comments:

blogger templates | Make Money Online